Kamis, 06 Maret 2014

Tasawuf (1)

Seorang ulama tasawuf bernama Muhammad al-Ghazali pernah memberikan sedikit wejangannya mengenai indra manusia. Menurut beliau, indra manusia ada dua jenis, yaitu indra dlahir dan indra bathin. Indra dlahir ada lima, sebagaimana yang kita kenal sebagai kelima indera kita, yaitu penglihatan, pendengaran, pengecap, perasa dan pembau. Sedangkan indra bathin manusia ada lima pula yang beliau sebut sebagai :
  • the common-sense (al-hiss al-mushtarak),
  • the representation (al-quwwah al-khayaliyyah),
  • the estimation (al-quwwah al-wahmiyyah),
  • the retention-recollection (al-quwwah al-hafizah wa’l dhakirah)
  • the imagination (al-quwwah al-mutakhayyilah or al­mufakkirah)
Sedangkan al-Ghazali menyebutkan adanya tiga daya dalam diri manusia. Ketiga daya juga dimiliki oleh makhluk hidup lain semacam tumbuhan dan hewan. Tumbuhan memiliki daya syahwah atau hasrat, hewan memiliki daya syahwah yang dimiliki tumbuhan dan memiliki daya amarah atau gadhab. Sedangkan manusia memiliki saya syahwah dan gadhab sekaligus memiliki daya intelektual. 

Daya syahwah merupakan daya untuk melakukan reproduksi dan pertumbuhan sebagaimana yang dimiliki oleh tumbuhan, hewan dan manusia. Daya syahwah ini dapat dicontohkan adanya hasrat untuk meneruskan keturunan dan makan. Daya ghadhab disisi lain merupakan daya amarah untuk mempertahankan diri. Sedangkan daya intelektual hanya dimiliki oleh manusia untuk membedakan.

Ketiga daya dalam diri manusia memunculkan kebajikan apabila bisa seimbang sedangkan sebaliknya dalam kondisi tidak seimbang memunculkan sisi negatif. Fadhlallah Haeri seorang psikolog dan sufi kontemporer menjelaskan bahwa daya syahwah dalam bentuknya yang berlebihan memunculkan sifat jangak/memperturutkan hawa nafsu. Sedangkan apabila tidak ada daya syahwah maka akan memunculkan tidak adanya hasrat. Kebajikan yang muncul daripadanya adalah kesederhanaan. Daya gadhab, dalam bentuknya yang mendominasi memunculkan sifat kejam sedangkan dalam bentuk negasinya adalah kepengecutan. Kebajikan yang muncul dari keseimbangan adalah keberanian. Daya intelektual, dalam bentuknya yang mendominasi adalah terlampau berlebihan dalam sisi kognitif, sedangkan dalam bentuk negasinya adalah kebodohan. Kebajikan yang muncul dari keseimbangan daya ini adalah kebijaksanaan. Ketiga kebajikan tersebut membentuk kebajikan keempat yaitu keadilan.

Berbeda dengan tumbuhan dan hewan, manusia memiliki knowledge dan will.  Kedua kemampuan inilah yang merupakan kelebihan, sekaligus kelemahan manusia. Dalam kehidupan ini, manusia memiliki knowledge, yang merupakan pengalamannya hidup di dunia ini. Knowledge manusia diperoleh melalui menjalani kehidupan ini (ilmu iku anane kanthi laku, pengetahuan itu adanya dari amaliah). Will dimiliki manusia, sehingga manusia memiliki kehendak, sebuah kemampuan yang tidak dimiliki oleh tumbuhan dan manusia. 

Namun, kedua kekuatan itu juga sekaligus kelemahannya, karena dengan kelebihan itu manusia bisa terjerumus kedalam kehancuran diri maupun masyarakat. Ketidakmampuan diri dalam menyeimbangkan dan mengendalikan kedua daya (syahwah maupun gadhab) akan menyebabkan daya intelektual turun untuk memuaskan keinginan kedua daya syahwah dan gadhab. Kemalasan akibat kurangnya daya syahwah akan membuat seorang manusia menjadi bodoh. Sebaliknya, syahwat yang berlebihan yang menyebabkan jangak, akan membawa daya intelektual untuk mengikuti keingingan-keinginan duniawiah, semisal mencari cara yang terbaik untuk melakukan kecurangan. Apa yang manusia pikirkan, kehendaki dan kemudian lakukan merupakan interaksi dari kelima indera dlahir, indra bathin dan ketiga daya tersebut. Kapasitas manusia berupa knowlegde dan will, akan membawa kerusakan pada diri dan lingkungannya. 

Namun, diatas kesemua itu, semua indera bathin dan indera dlahir, tidak lain dan tidak bukan hanyalah sebuah sarana untuk mencapai Kesadaran Diri yang lebih tinggi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar