Sudah lama
aku tidak menuliskan pemikiran-pemikiranku yang radikal. Selama sekian
lama aku mengalami suatu fase transformasi, yang telah membawaku pada
melanglang buana jagad pemikiran yang tiada akhir. Sampai suatu saat aku
merasakan bahwa, aku berputar pada lingkaran yang tiada akhir dan tiada
awal. Aku mulai berfikir, dimanakah akhir dan awal itu ?
Aku mulai berfikir mengenai garis yang membentuk lingkaran itu, dan akhirnya akupun bertanya mengenai apa yang membentuk garis. Aku mulai sadar bahwa garis itupun hanyalah titik-titik yang kontinyu membentuk garis. Lalu akupun bertanya, sebelum titik, sebenarnya ada apakah ?
Aku mulai berfikir mengenai garis yang membentuk lingkaran itu, dan akhirnya akupun bertanya mengenai apa yang membentuk garis. Aku mulai sadar bahwa garis itupun hanyalah titik-titik yang kontinyu membentuk garis. Lalu akupun bertanya, sebelum titik, sebenarnya ada apakah ?
Sebuah ayat
dalam Kitab Suci berbunyi, “Nun. Wa qolami wa maa yashturuun”. Ketika pena
menekan kertas, muncullah titik. Ketika pena diguratkan, terbentuklah garis, yang
kemudian membentuk apapun yang diinginkan oleh Sang Pemegang Pena. Kemanakah
pena itu berputar, kemanakah pena itu menggurat, dan apakah yang akan ditulis
dan digambarkan oleh pena itu ? Tergantung bagaimana kita membaca hasil tulisan
dan lukisan pena. Atau, bisakah kita membaca arah pena menulis, atau bisa
membaca pikiran sang penulis.
Qolam-Munyeng hanyalah sebuah guratan di dunia maya untuk menuliskan hasil membaca tulisan Pena Kehidupan, tentunya dengan keterbatasan kacamata seorang insaan dalam memahami tulisan Pena Kehidupan.
Konon, dalam mitologi Islam Jawa, ada seorang anggota Dewan Walisongo memiliki senjata bernama Kalammunyeng. Kalam sering diartikan sebagai alat penunjuk dalam membaca al-Qur’an jaman dahulu yang menyerupai sebuah pena.
Dalam mitologi itu, Kalammunyeng disebut sebagai senjata pamungkas Sang Sunan tersebut yang sangat ampuh berubah menjadi senjata dalam mengalahkan musuh. Terlepas dari benar tidaknya mitos itu, aku lebih melihat makna dibalik mitos dimana di dalam kisah itu leluhur kita memberikan pesan bahwa senjata dalam mengalahkan musuh adalah “memaknai” al-Qur’an dengan membaca makna yang tersurat maupun tersirat. Musuh disini bermakna luas sekaligus dalam.
Musuh bisa berasal dari dalam diri kita maupun dari luar. Dari dalam diri kita, sesungguhnya kita melawan anasir-anasir yang ada dalam diri kita yang membawa kita keluar dari fitrah, sedangkan musuh diluar diri kita adalah apa yang kita persepsikan sebagai musuh. Dengan membaca dan memaknai al-Qur’an itulah kita bisa selamat dari musuh-musuh diri. Lalu, ayat al-Qur’an manakah yang kita baca ? Silahkan bertanya pada diri kita masing-masing, ayat al-Qur’an manakah yang kita baca ?
Qolam-Munyeng hanyalah sebuah guratan di dunia maya untuk menuliskan hasil membaca tulisan Pena Kehidupan, tentunya dengan keterbatasan kacamata seorang insaan dalam memahami tulisan Pena Kehidupan.
Konon, dalam mitologi Islam Jawa, ada seorang anggota Dewan Walisongo memiliki senjata bernama Kalammunyeng. Kalam sering diartikan sebagai alat penunjuk dalam membaca al-Qur’an jaman dahulu yang menyerupai sebuah pena.
Dalam mitologi itu, Kalammunyeng disebut sebagai senjata pamungkas Sang Sunan tersebut yang sangat ampuh berubah menjadi senjata dalam mengalahkan musuh. Terlepas dari benar tidaknya mitos itu, aku lebih melihat makna dibalik mitos dimana di dalam kisah itu leluhur kita memberikan pesan bahwa senjata dalam mengalahkan musuh adalah “memaknai” al-Qur’an dengan membaca makna yang tersurat maupun tersirat. Musuh disini bermakna luas sekaligus dalam.
Musuh bisa berasal dari dalam diri kita maupun dari luar. Dari dalam diri kita, sesungguhnya kita melawan anasir-anasir yang ada dalam diri kita yang membawa kita keluar dari fitrah, sedangkan musuh diluar diri kita adalah apa yang kita persepsikan sebagai musuh. Dengan membaca dan memaknai al-Qur’an itulah kita bisa selamat dari musuh-musuh diri. Lalu, ayat al-Qur’an manakah yang kita baca ? Silahkan bertanya pada diri kita masing-masing, ayat al-Qur’an manakah yang kita baca ?
Jadi,
Qolam-munyeng adalah wahana untuk membaca sekaligus menuliskan hikmah
kehidupan. Sebuah kisah untuk transformasi dan revolusi pemikiran, dan kalau
perlu sebuah revolusi sosial untuk membuktikan revolusi pemikiran itu.
Ini adalah tugas
suciku……
Qolam-munyeng
Qolam-munyeng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar