Senin, 28 April 2014

Kemampuan Membaca Manusia

Dalam al-Qur'an sebuah ayat berbunyi, "iqra bismi rabbikalladzi khalaq". Bacalah dengan asma Tuhan-mu yang menciptakan. Sedangkan beberapa artikel menyebutkan tentang tafsir sebuah ayat yang berbunyi, "nun, wa qolami wa maa yasyturuun" atau terjemahan bebasnya, "Nun, dan pena dan apa yang ia tulis". Beberapa literatur tasawuf-falsafi banyak yang menafsirkan bahwa pena yang disebut adalah Pena Illahi yang menuliskan segala bentuk realitas kehidupan ini.Dan manusialah yang diberi kapasitas untuk membaca ayat-ayat kehidupan.

Ya, manusialah yang diberi kapasitas untuk itu. Namun, bagaimana manusia membacanya tentunya ada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Karena alat epistimologi untuk membaca ayat-ayat kehidupan perlu dibersihkan dan dikalibrasi setiap waktu.

Mengapa demikian ?

Dalam banyak sekali artikel mengenai "human cognition" dikatakan bawah manusia memiliki keterbatasan dalam melihat realitas atau disebut juga "bounded reality". Nah, keterbatasan manusia inilah yang kemudian akan melihat ayat-ayat kehidupan ini berbeda-beda. 

Sebagai ilustrasi, kita bertanya pada tiga orang yang berbeda mengenai buah apel jatuh dari pohon. Si A bisa melihat itu sebagai suatu hal yang biasa sebagai kehendak Tuhan. Si B bisa melihat bahwa apel jatuh dari pohon pasti ada gaya yang menarik ke bawah. Sedangkan si C barangkali tidak terlalu peduli dengan hal itu.

Jawaban si A sebagai seorang insaan yang sangat rendah hati terhadap Tuhan, maka melihat bahwasanya segala sesuatu di muka bumi ini sudah diatur dengan hukum-hukum-Nya. Si B sebagai seorang scientist senantiasa jagad raya ini untuk dieksplorasi sehingga ditemukan Kebenaran Hakiki di atas semua kejaidan-kejadian. Sedangkan si C adalah sebagain besar dari kita yang tidak terlampau mempersoalkan apa yang terjadi.

Manusia bisa melihat kejadian yang sama di luar dirinya namun dengan interpretasi yang berbeda-beda satu sama lain. Sehingga "kemampuan membaca" ayat-ayat-pun akan berbeda satu sama lain pada level yang berbeda pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila interaksi antar sudut pandang yang berbeda-beda ini apabila dikolaborasikan secara tepat akan mendatangkan sebuah kebersamaan. Namun, bagaimanakah keberagaman dalam sudut pandang itu bisa disatukan ? Karena bagaimana memandang sebuah realitas akan berpengaruh pada apa yang harus diperbuat dan bagaimana menyatukan langkah untuk mencapai suatu harapan ?





Tidak ada komentar:

Posting Komentar