Sikap pesimistik dan fatalistik telah menghinggapi bangsa ini. Sebuah penyakit yang sering sekali tak kita sadari keberadaannya. Sikap pesimistik yang muncul dalam alam bawah sadar bangsa ini dalam pandangan saya berasal dari alam bawah sadar kolektif bangsa Indonesia. Kita ingin menjadi spiritualis yang mengandalkan pada laku bathin, namun pemikiran kita sudah teracuni oleh inferioritas kompleks yang dimunculkan oleh mental inlander. Jadilah sebagian besar dari kita menjadi pesimistik dan fatalistik.
Bangsa nusantara jaman penjajahan Belanda diletakkan sebagai bangsa kelas III setelah golongan Eropa dan golongan Timur Asia. Terma "Timur Asia" memperjelas bahwa pencipta istilah tersebut berada pada weltanschauung "di sebelah barat" Asia. Pada era sumpah pemuda, suku-suku di seluruh nusantara bersatu pada untuk berjanji sebagai sebuah bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Di era kemerdekaan abad 21 ini, masih ada rasa pesimistik ala inlander yang "somehow" terwarisi. Masih ingatkan ketika BJ Habibie meluncurkan pesawat CN 235 dan dicemooh oleh wartawan karena menganggap bahwa bangsa Indonesia tidak akan mampu memproduksi produk teknologi tinggi. Dalam setiap kesempatan, kita selalu menghakimi diri sendiri sebagai bangsa yang inferior dan "good for nothing nation". Hal ini pernah disebutkan oleh Anies Baswedan dalam Kuliah Umum Kepemimpinan yang diadakan oleh Teknik Geodesi. Kurang lebihnya Anies mengatakan bahwa pemilu legislatif yang diadakan pada tahun 2014 yang lalu merupakan pemilu yang rumit, dan bangsa Indonesia dianggap sebagai negara yang sukses menyelenggarakan pemilu dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Yang jadi permasalahan adalah banyak orang-orang baik yang tersingkirkan dari panggung politik karena orang baik tidak mendukungnya. Lebih lanjut Anies mengatakan bahwa, kita harus percaya diri dan jangan selalu menyalahkan diri kita sebagai sebuah bangsa yang berhasil menyelenggarakan pesta demokrasi. Masalah money politics, Anies mengatakan bahwa sebenarnya permasalahan money ini sebenarnya sudah menjadi budaya kita, mulai dari sogok menyogok sampai dengan korupsi. Namun demikian, ia menyebutkan bahwa janganlah kita kehilangan kebanggaan kita akan keberhasilan kita.
Oleh karena itu, sebagai seorang insan Indonesia, kita harus senantiasa berpandangan positif dalam melihat bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar